Sabtu, 21 September 2013

Ulasan Singkat Beginning Theory "Pater Barry"


Pendahuluan
                Sastra adalah sesuatu yang sangat luas cakupannya, berkembang seiring dengan zamannya dan terus berevolusi sesuai dengan kebutuhan. Di dalam makalah yang meriview kembali buku Beginning Theory milik Pater Barry ini dapat didapatkan materi tentang bagaimana sastra berawal dan kemudian bagaimana sastra disatukan dan dipisahkan dengan bahasa dan lain sebagainya. Terdapat pula beberapa kritik-kritik populer pada zamannya dan masih bertahan sampai saai ini. Dari sini kita juga dapat mengetahui bagaimana sebuah teori muncul, dikembangkan, kemudian dipopulerkan yang mengalami banyak hambatan dan perbaikan serta persaingan dengan teori-teori lain yang bermunculan.














BAB 1    
Teori Sebelum ‘Teori’ ‒ Humanisme Liberal
                Bahasa Inggris adalah mata kuliah yang memeperkenalkan prinsip humanisme liberal yang lebih mengutamakan kelas menengah sebagai kelas khas Inggris. Dalam berbagai perdebatan, pro dan kontra tentang Bahasa Inggris sebagai bahan ajaran di berbagai perguruan tinggi di Inggris, akhirnya diputuskan bahwa sastra harus dipelajari bersama-sama dengan bahasa, jika tidak sastra tidak akan menjadi subjek akademis sama sekali. Ada beberapa metode yang digunakan dalam pembelajaran Bahasa Inggris, metode yang paling terkenal adalah metode yang secara tegas memisahkan antara bahasa dan sastra, dan dalam suatu kondisi studi sastra menjadi lebih terasing lagi sampai pada akhirnya, studi sastra menyatakan bebas dari studi bahasa.
Sepuluh
Doktrin Humanisme Liberal
1.      Sastra yang baik memiliki signifikasi yang tak lekang oleh waktu.
2.      Teks sastra mengandung maknanya sendiri di dalam dirinya sendiri.
3.      Agar bisa memahami teks dengan baik, dibutuhkan analisis verbal cermatatas teks.
4.      Kontinuitas dalam sastra lebih penting dan signifikan dari inovasi.
5.      Secara keseluruhan disiplin ilmu ini memercayai apa yang disebut ‘subjek transenden’
6.      Tujuan sastra pada hakikatnya adalah memperbaiki kehidupan yang menyeberkan nila-nilai manusiawi.
7.      Bentuk dan isi sastra harus dibaurkan dengan cara yang organic, hingga yang satu pasti akan tumbuh dari yang lain.
8.      Ketulusan adalah sifat yang berada di dalam bahasa sastra.
9.      Dalam sastra yang dihargai adalah menampilkan dan mendemonstrasikan sesuatu secara ‘bisu’, dan bukanmenjelaskan atau mengucapkannaya.
10.  Tugas kritik adalah menginterpretasikan teks, untuk mengantarai teks dan pembaca.
Praktik Humanisme Liberal
            Ada ua hal yang menonjol dari pendekatan ini: pertama, pembacaan semacam ini pada akhirnaya didorong oleh keyakinan moral (keyakinan yang tentu saja patut dipuji) dan bukan oleh model berupa pendekatan sistematis terhadap kritik sastra. Yang kedua, pendekatan ini sepertinya tidak menghiraukan masalah bentuk, struktur, genre, dan sebagainya, dan langsung masuk ke diskusi tentang isi cerita.
            Pertumbuhan teori kritik setelah Perang Dunia ll sangat pesat,berbagai kritik baru bemunculan serta kritik yang umurnya lebih tua namun terlahir kembali, misalnaya kritik marxis yang  seakan-akan menentang Humanisme Liberalisme. Beberapa gagasan berulang dalam teori kritik pun muncul. Misalnya, politik ada dalam berbagai hal, bahasa bersifat konstitutif, kebenaran bersifat sementara, makna memiliki syarat, dan sifat manusia hanyalah mitos.

Bab 2
Strukturalisme
                Strukturalisme muncul karena adanya kepercayaan bahwa segala hal tidak dapat dipahami secara terpisah dari hal lain, melainkan harus dilihat dalam konteks struktur yang lebih besar dimana hal tersebut menjadi bagiannya. Strukturalisme menimbulkan pengaruh yang luas dan reputasi kurang baik. Strukturalisme melenyapkan nilai-nilai yang amat dihargai selama sekitar setengah abad yang melihat kembali ke belakang dan kembali ke dasar. Strukturalis sebagai ayam dan humanis liberal sebagai telur.
            Adapun tanda-tanda yang diwariskan Saussure, yang pertama bersifat manasuka. Artinya, kata-kata adalah ‘tanda-tanda tak beralasan’. Kedua bersifat relasional. Artinya, tak ada kata yang dapat didefinisikan secara terpisah dari kata-kata lain. Ketiga, bahasa menyusun dunia kita, tidak sekadar merekam atau memberinya lebel: tidak benar bahwa makna sudah terkandung di dalam bahasa.
Ruang Lingkup Strukturalisme
            Strukturalisme bukan hanya membahas tentang bahasa dan sastra tapi juga digunakan dalam sistem penandaan yang lain, maka dari itu sekarang ini ada yang kita kenal dengan sebutan kaum strukturalis. Proses strukturalis tipikal berupa perpindahan dari hal yang khusus ke yang umum, menempatkan karya individual ke dalam konteks structural yang lebih besar.
Yang Dilakukan Kritikus Strukturalis
1.      Mereka menganalisis (terutama) narasi prosa, menghubungkan teks dengan struktur pewadah yang lebih besar, seperti:
a.       Konvensi-konvensi suatu genre sastra tertentu, atau
b.      Jejaring koneksi intertekstual, atau
c.       Proyeksi model sebuah struktur narasi universal yang mendasar, atau
d.      Gagasan akan narasi sebagai sebuah kompleks berisi pola atau motif berulang.
2.      Mereka menafsirkan sastra menurut kisaran pararel-pararel mendasar dengan struktur bahasa, seperti yang dideskripsikan oleh linguistik modern.
3.      Mereka menerapkan konsep pemolaan dan penstrukturan sistematis pada keseluruhan bidang ilmu budaya Barat, dan budaya-budaya lain, memperlakukan segala sesuatu dari mitos Yunani Kuno sampai merek deterjen sebagai ‘sistem tanda’.
Lima kode yang diidentifikasikan Barthes
1.      Kode proairetik
2.      Kode hermeneutic
3.      Kode kultural
4.      Kode semis
5.      Kode simbolis

Bab 3
Postrukturalisme dan Dekonstruksi

Postrukturalisme adalah sebuah pemberontakan terhadap structuralis, ini terjadi karena adanya perbedaan keyakinan atau cara pandang. Misalnya, salah satu cara pandang khas strukturalisadalah bahwa bahasa tidak sekadar mencerminkan atau merekam dunia: bahasa membentuk dunia, hingga cara kita melihatnya adalah apa yang kita lihat. Sedangkan menurut kaum postrukturalis, konsekuensi dari kepercayaan ini adalah bahwa kita memasuki sebuah alam semesta berisi ketidakpastian radikal, sebab kita dapat melihat akses pada petanda yang tetap dan berada diluar pemrosesan linguistik, dan karenanya tidak memiliki standar yang pasti untuk mengukur apapun.
Namun mungkin akan berguna jika kita membuat daftar berisi beberapa perbedaan antara kekhasan strukturalisme dan postrukturalisme di bawah empat tajuk berikut:
1.      Asal-usul Strukturalisme sebagian besar berasal dari linguistik.
2.      Sifat dan gaya tulisan sturkturalis cenderung bersifat abstrak dan rampat: ia bertujuan menunjukkan sifat tak memihak, “ketenangan ilmiah”.
3.      Sikap terhadap bahasa kaum strukturalis menerima bahwa dunia dikonstruksi melalui bahasa, dalam arti kita tidak memiliki akses ke realitas kecuali melalui medium linguistik.
4.      Proyek  maksud saya dengan “proyek” di sini adalah tujuan fundamental dari masing-masing pergerakan, apa yang mereka ingin agar kita yakini.
Postrukturalisme-Hidup di Planet Tanpa Pusat
            Postrukturalisme muncul di Prancis pada akhir 1960-an. Dua tokoh yang paling diasosiasikan dengan kebangkitan ini adalah Roland Barbest dan Jeacquies Derrida (1930-2004). Perbedaan antara esay tahun 1966 dan buku tahun 1973 adalah pergeseran perhatian dari teks yang dilihat sebagai sesuatu yang dihasilkan pengarang menjadi teks yang di lihat sebagai sesuatu yang dihasilkan oleh pembaca, dan bisa jadi oleh bahasa itu sendiri, sebab Barbest juga mengatakan, karena pengarang absen, klaim untuk mengartikan teks menjadi sia-sia.
            Tokoh kunci kedua dalam perkembangan postrukturalisme di kahir 1960-an adalah filsuf Jacques Derrida. Malah, titik awal postrukturalisme bisa dikatakan adalah kuliahnya di tahun 1966 “structure, sign and play in the Discourse of The Human Sciences” (dicetak ulang beberapa kali, yang paling akhir dalam bentuk rangkuman dalam Twentieth Century Literary Theory: A Reader, K.M.Newton, Machmillan, 1988).
Yang Dilakukan Kritikus Postrukturalis
1.      Mereka ‘membaca teks melawan teks itu sendiri’ untuk memperlihatkan apa yang bisa dianggap sebagai ‘keteksadaran tekstual’
2.      Mereka memilih ciri-ciri permukaan dari kata-kata persamaan bunyi, akar makna kata, metafora yang sudah mati, dan mengedepankannya hingga menjadi krusial bagi makna keseluruhan.
3.      Mereka berusaha menunjukkan bahwa teks disiafatkan oleh kekurangpaduan dan bukan keterpaduan.
4.      Mereka berkonsentrasi pada satu fragmen tertentu dan menganalisisnya dengan begitu intensif.
5.      Mereka mencari berbagai jenis pergeseran dan patahan di dalam teks dan memndangnya sebagai bukti dari apa yang direpresi, dihapus, atau sengaja dilewati dalam teks.

Bab 4
Posmodernisme
          Banyak perdebatan mengenai posmodernisme dan modernism. Namun, keduanya jelas berbeda karena zamannya pun jauh berbeda. Perbedaan keduanya terletak pada fragmentasi, nada atau sikap. Atu aspek yang sangat menonjol pada modernism adalah asetitisme yang menganggap seni sangat rumit. Dalam posmodernisme, tanda digunakanuntuk membandingkan beberapa karya seni. Adapun tahap-tahapnya: pertama, tanda mewakili realitas mendasar. Tahap kedua, bagi tanda adalah bahwa ia sengaja keliru mewakiliatau mendistorsi realitas di baliknya. Tahap ketiga bagi tanda adalah saat tanda menyamarkan fakta bahwa di balik tanda tidak ada realitas yang sama dengannya. Tahap keempat sekaligus yang terakhir bagi tanda adalah bahwa ia sama sekali tidak memiliki sangkut-paut dengan realitas. Tahap pertama dan kedua cukup jelas namun tidak pada kedua tahap selanjutnya.
            Secra lebih umum, bagi posmodernisme ada pertanaan dan syarat yang pasti selalu hadir dan tanpa memercayai sebagian konsep yang dilemahkanoleh posmodernisme ‒ sejarah, realitas dan kebenaran, misalnya ‒ bisa saja kita mendapati diri kita bersama orang-orang yang menjengkelkan.
Yang Dilakukan Kritikus Posmodernis
1.      Mereka menemukan tema, kecenderungan, dan sikap posmodernis di dalam karya sastra abad ke-20 dan menyelidiki implikasinya.
2.      Mereka mengedepankan fiksi yang dapat dikatakan menjadicontoh gagasan ‘lenyapnya hal yang nyata’.
3.      Mereka mengedepankan apa yang bisa disebut ‘unsur interstektual’ dalam sastra.
4.      Mereka mengedepankan ironi.
5.      Mereka mengedepankan unsur ‘narsisisme’ dalam teknik narasi.
6.      Mereka menentang pembedaan antara budaya tinggi dan rendah.

Bab 5
Kritik Psikoanalisis

     Kritik psikoanalisis adalah bentuk kritik bertujuan menyembuhkan gangguan mental dalam bentuk terapi yang menggunakan teknik psikoanalisis dalam menafsirkan kata. Tokoh penting dalam tokoh ini adalah Sigmund Freud (1856-1939). Adapun ide-idenya: pikiran tak sadar, yaitu bagian dari pikiran kita yang berada di luar kesadaran, namun demikian berpengaruh kuat atas tindakan-tindakan kita. Represi, yaitu ‘melupakan’ atau mengabaikan konflik-konflik yang tidak tuntas, hasrat yang tidak diakui, atau peristiwa traumatis di masa lalu, sehingga semua ini dipaksa keluar dari kesadaran dan masuk di wilayah tak sadar. Sublimasi, dimana materi yang direpresi ‘diangkat’ menjadi sesuatu yang lebih besar atau disamarkan menjadi suatu yang ‘luhur’. Dan kebanyakan dari ide-ide tersebut terkait dengan aspek-aspek seksualitas.
      Beberapa tahun belakangan ini  ketidakpercayaan pada Freud semakin meningkat, sebagian disebabkan karena pandangan negatifnya terhadap perempuan
Yang Dilakukan Kritikus Psikoanalisis Freudan
1.      Dalam interpretasi sastra, mereka secara sentral mementingkan pembedaan antara pkiran sadar dan tak sadar.
2.      Karena itu, mereka menaruh perhatian besar pada motif dan perasaan tak sadar.
3.      Mereka mendemonstrasikan, di dalam karya sastra, kehadiran gejala, kondisi, atau fase psikoanalisis klasik.
4.      Mereka melakukan penerapan konsep-konsep psikoanalisisberskala besar atassejarah sastra umumnya.
5.      Mereka mengenali konteks ‘psikis’ pada karya sastra, dan karenanya mengesampingkan konteks sosial atau historis, mengistimewakan ‘psikodrama’ individual di atas ‘drama sosial’ dalam konflik golongan masyarakat.
Tokoh lain dalam kritik psikoanalisis adalah Jasques Lacan, yang memulai karirnya di bidang kedokteran dan tokoh ini terkenal karena seminar-seminarnya. Pengembangan ide-ide Lacan sering amat samar-samar.
Yang Dilakukan Kritikus Lacan
1.      Mereka dengan teliti mengamati motif dan perasaan tak sadar.
2.      Mereka mendemonstrasikan, di dalam karya sasta, kehadiran gejala atau fase psikoanalisis Lacanan.
3.      Mereka memperlakukan teks sastra berdasarkan serangkaian orientasi Lacana yang lebih luas, menuju konsep-konsep seperti ketiadaan atau hasrat.
4.      Mereka memandang teks sastra sebagai perwujudan atau demonstrasi pandangan Lacanan sebagai bahasa dan pikiran tak sadar.

Bab 6
Kritik Feminis
            Kritik ini hadir karena adanya ketidak setaraan antara kaum laki-laki dan perempuan, dimana dengan jelasadanya perlakuan berat sebelh bagi perempuan yang diterbitkan oleh beberapa buku. Kritik sastra masa kini tidak hadir begitu saja namun ada keterkaitan dengan ‘ pergerakan perempuan’ pada tahun 1960-an yang sejak awal menyadari akan penyebarlyasan terhadap citra perempuan dalam bentuk sastra.
            Dalam penulisan karya-karya feminis kian hari pun makin berkembang. Baik dari segi materi maupun cakupannya dan di dalamnya eksis berbagai sudut pandang engan cakupan yang luas.
            Timbulnya berbagai macam perdebatan dan perbedaan pendapat antara beberapa tokoh feminis menyebabkan timbulnya berbagai ketidaksepakatan. Pada perdebtannya, dalam pengguanaan bahasa, kaum laki-laki masih tetap unggul . maka secara umum penulis perempuan dianggap mengalami hambatan.
Yang Dilakukan Kritik Feminis
1.      Memikirkan ulang kanon dengan tujuan menemukan ulang teks yang ditulis oleh perempuan.
2.      Menilai ulang pengalaman perempuan.
3.      Meneliti representasi perempuan dalam sastra karya laki-laki dan perempuan.
4.      Menantang representasi perempuan sebagai ‘Liyan’, sebagai ‘Tiada’, sebagai bagian dari ‘alam’.
5.      Meneliti hubungan kekuasaan yang telah ditentukan dalam kehidupan.
6.      Mengenali peran bahasa
7.      Mengenali persoalan mengenai apakah bahasa perempuan itu ada.
8.      Mengajukan pertanyaan
9.      Membaca ulang psikoanalisis untuk menggali lebih jauh isu identitas perempuan dan laki-laki.
10.  Mempertanyakan pendapat popular tentang kematian pengarang.
11.  Memperjelas dasar ideologis dari penafsiran sastra yang konon ‘netral’ atau ‘arus utama’.

Bab7
Kritik Lesbian dan Gay
            Kritik ini merupakan kritik yang tergolong baru. Karena penerimaannya meningkat maka studi mengenai hal tersebut pun ramai diterbitkan di berbagai media cetak, dimana studi ini memiliki tujuan sosial politik sebagai sebuah rencana oposisi yang ada dalam hak istimewa heteroseksual.
            Feminisme lesbian merupakan jalur pemikiran utama di dalam teori lesbian itu sendiri bahkan studi lesbian dianggap berhasil sebagai pelengkap dari bagian feminis. Setelah feminisme lesbian, muncul gagasan kedua yang tidak begitu esensialis mengenai lesbianism yaitu Teori Queer. Dalam hal ini, lesbianism melepaskan diri dari feminism.
Yang Dilakukan Kritikus Lesbian/Gay
1.       Mengidentifikasi dan menetapkan kanon penulis lesbian/gay ‘klasik’ yang karyanya menjadi sebuah tradisi yang khas
2.      Mengidentifikasi episode lesbian/gay dalam karya sastra arus utama dan membahasnya dari segi tersebut.
3.      Menciptakan pemahaman yang diperluas dan metaforis.
4.      Mendedah ‘homofobia’ dalam sastra dan kritik arus utama.
5.      Mengedepankan aspek-aspek homoseksual dalam sastra arus utama yang sebelumnya sengaja tak dihiraukan.
6.      Mengedepankan genre-genre sastra yang sebelumnya diabaikan.

Bab 8
Kritik Marxis
            Tujuan dari Marxisme adalah menciptakan masyarakat tanpa kelas, yang mencoba menjelaskan segala sesuatutanpa mengakui keberdaan dunia maupun kekuatan yang melampaui dunia natural sekitar kita dan masyarakat yang kita tiggali.
            Kritik sastra Marxis mempertahankan bahwa kels sosial penulis, dan ideology yang diberlakukannya umumnya ditunjukkan oleh tulisan yang dibuat oleh anggota kelas tersebut. Adapun kritik Marxis secara tradisional cenderung berkenaan dengan sejarahdengan cara yang agak umum.
Masa Kini: pengaruh Althusser
Kebanyakan pemikiran Marxis tentang sastra saat ini telah dipengaruhi oleh karyateori Marxis Prancis dengan konsep overdeterminism. Ideology merupakan istilah kunci bagi Althusser, sebagaimana juga bagi semua pengikut  Marx. Ideology merupakan konsep yang luas dan didefinisikan secara beragam dalam Marxisme. Decentering merupakan istilah kunci bagi Althusser yang mengindikasikan struktur-struktur yang tidak mempunyai esensi, focus atau pusat.
Yang Dilakukan Kritikus Marxis
1.      Mereka membuat pembagian antara isi karya sastra yang tampak dan yang tidak tampak.
2.      Metode lainnya yang dilakukan oleh kritikus Marxis adalah dengan menghubungkan konteks sebuah karya dengan status kelas sosial penulis.
3.      Metode Marxis yang ketiga dalah menjelaskan sifat dari keseluruhan genre sastra dalam kerangka periode sosial yang memproduksinya.
4.      Praktik Marxis yang keempat adalah menghubungkan karya sastra dengan asumsi-asumsi sosial ketika ia dikonsumsi
5.      Praktik Marxis kelima adalah politisasi bentuk sastra.

Bab 9
Sejarah Baru dan Materialisme Sosial
            Definisi sederhana sejarah baru adalah bahwa metodenya berdasar pada pembacaan paralel teks sastra dan non-sastra, biasanya yang bersal dari periode sejarah yang sama. Secara tipikal, esai Sejarah Baru akan menempatkan teks sastra dalam kerangka teks non-sastra. Perbedaan Sejarah Baru dan Sejarah Lama adalah, Sejarah Baru memang merupakan gerakan menyejarah ketimbang gerakan sejarah seperti dokumen tertulis dalam teks sejarah.
            Secara keseluruhan, Sejarah Baru tampak menekankan sejenis kendali pikiran macam ini, dengan implikasi bahwa pemikiran menyimpang bisa menjadi begitu takterpikirkan, sehingga Negara dapat dilihat sebagai struktur monolitik dan perubahan menjadi hampir tidak mungkin.
            Daya tarik Sejarah Baru sangat besar karena berbagai alasan. Pertama, walaupun dibangun  di atas pemikiran  postrukturalis, ia ditulis dengan cara yang lebih bisa diakses, terutama karena menghindari gaya dan kosakata padat postrukturalisme. Kedua, bahannya sendiri seringkali menarik dan secara keseluruhan berbeda dalam konteks kajian sastra.
Yang Dilakukan Kritikus Historisis Baru
1.      Mereka menyejajarkan teks sastra dan non sastra, membaca sastra dengan mempertimbangkan yang non sastra.
2.      Dengan demikian mereka mencoba mendevamiliarisasi teks sastra kanon, melepaskanyya dari beban menumpuk keilmiahan sastra sebelumnyadan melihatnya sebagi teks yang baru.
3.      Merekea menfokukskan perhatian (baik dalam teks dan ko-teks) pada isu kekuasaan Negara dan cara melestarikannya pada struktur patriarti dan pemeliharaannya, dan pada proses kolonialisasi dengan mind-z yang mengikutinya.
4.      Dalam melakukannya, mereka menggunakan aspek-aspek cara berpikir kostrukturalis, terutama konsep Derrida bahwa setiap segi realitas tertuang dalam teks,dan gagasan Foucault tentang struktur sosial yang ditentukan oleh praktik diskursi yang dominan.    

Bab 10
Kritik poskolonial
            Membaca kesusastraan dengan perspektif orientalisme dalam benak kita akan membuat kita, misalnya, sadar secara kritis bahwa yeats dalam dua puisi Byzantium-nya membangun citraan istambul, ibu kota Timur dari yang sebelumnya imperium roma, yang diidentifikasikan dengan kelambanan, sensualitas, dan mistisisme eksotis.  
            Pada tingkat tertentu, penggunaan desa Afrika oleh achebe bersesuaian dengan gugahan Yeats terhadap ingatan Irlandia prakolonial, mitologis tentang pahlawan laki-laki dan perempuan pada tingkat lain, ientitas ganda atau hybrid ini adalah yang tepatnya di hadirkan oleh situasi poskolonial. Konsep mengenai identitas ganda, terbagi, cair yang menjadi karakteristik penulis poskolonial menjelaskan daya tarik yang menjadi karakteristik penulis poskolonial menjelaskan daya tarik yangterbukti dimiliki postrukturalisme dan dekonstruksi bagikritikus poskolonial.
Yang Dilakukan Kritikus Poskolonial
1.      Mereka menelaah representasi budaya-budaya lain dalam sastra sebagai cara meraih ujungnya.
2.      Mereka merayakan hibriditas dan polivalensi budaya

Stilistika
            Stilistika adalah pendekatan kritis yang menggunakan metode dan temuan ilmu linguistik dalam analisis teks sastra. Karena itu, landasan untuk tidak memasukkan stilistika mungkin terdapa dalam sifat dasar pandangan teoretis dibalik disiplin ini, karena Humanisme Liberal dan stilistika mempunyai banyak persamaan .
















Kesimpulan
            Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa teoi-teori sastra tidak lahir dan bermunculan bagitu saja tetapi teori-teori tersebut lahir karena kebutuhan dan kondisi pada zamannya, sering pula terdapat pertentangan atau pro dan kontra terhadap berbagai teori. Dan dijelaskan pula bahwa lahirnya teori baru tidak terlepas dari  teori-teori yang ada sebelumnya.

























Daftar Pustaka
            Barry, peter . Beginning Theory, Jalasutra, Yogyakarta, 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar