Pendahuluan
Sastra adalah sesuatu
yang sangat luas cakupannya, berkembang seiring dengan zamannya dan terus
berevolusi sesuai dengan kebutuhan. Di dalam makalah yang meriview kembali buku
Beginning Theory milik Pater Barry ini dapat didapatkan materi tentang
bagaimana sastra berawal dan kemudian bagaimana sastra disatukan dan dipisahkan
dengan bahasa dan lain sebagainya. Terdapat pula beberapa kritik-kritik populer
pada zamannya dan masih bertahan sampai saai ini. Dari sini kita juga dapat
mengetahui bagaimana sebuah teori muncul, dikembangkan, kemudian dipopulerkan
yang mengalami banyak hambatan dan perbaikan serta persaingan dengan
teori-teori lain yang bermunculan.
BAB 1
Teori Sebelum ‘Teori’ ‒
Humanisme Liberal
Bahasa
Inggris adalah mata kuliah yang memeperkenalkan prinsip humanisme liberal yang
lebih mengutamakan kelas menengah sebagai kelas khas Inggris. Dalam berbagai
perdebatan, pro dan kontra tentang Bahasa Inggris sebagai bahan ajaran di
berbagai perguruan tinggi di Inggris, akhirnya diputuskan bahwa sastra harus
dipelajari bersama-sama dengan bahasa, jika tidak sastra tidak akan menjadi
subjek akademis sama sekali. Ada beberapa metode yang digunakan dalam
pembelajaran Bahasa Inggris, metode yang paling terkenal adalah metode yang
secara tegas memisahkan antara bahasa dan sastra, dan dalam suatu kondisi studi
sastra menjadi lebih terasing lagi sampai pada akhirnya, studi sastra
menyatakan bebas dari studi bahasa.
Sepuluh
Doktrin
Humanisme Liberal
1. Sastra
yang baik memiliki signifikasi yang tak lekang oleh waktu.
2. Teks
sastra mengandung maknanya sendiri di dalam dirinya sendiri.
3. Agar
bisa memahami teks dengan baik, dibutuhkan analisis verbal cermatatas teks.
4. Kontinuitas
dalam sastra lebih penting dan signifikan dari inovasi.
5. Secara
keseluruhan disiplin ilmu ini memercayai apa yang disebut ‘subjek transenden’
6. Tujuan
sastra pada hakikatnya adalah memperbaiki kehidupan yang menyeberkan nila-nilai
manusiawi.
7. Bentuk
dan isi sastra harus dibaurkan dengan cara yang organic, hingga yang satu pasti
akan tumbuh dari yang lain.
8. Ketulusan
adalah sifat yang berada di dalam bahasa sastra.
9. Dalam
sastra yang dihargai adalah menampilkan dan mendemonstrasikan sesuatu secara
‘bisu’, dan bukanmenjelaskan atau mengucapkannaya.
10. Tugas
kritik adalah menginterpretasikan teks, untuk mengantarai teks dan pembaca.
Praktik Humanisme
Liberal
Ada ua hal yang menonjol dari
pendekatan ini: pertama, pembacaan semacam ini pada akhirnaya didorong oleh
keyakinan moral (keyakinan yang tentu saja patut dipuji) dan bukan oleh model
berupa pendekatan sistematis terhadap kritik sastra. Yang kedua, pendekatan ini
sepertinya tidak menghiraukan masalah bentuk, struktur, genre, dan sebagainya,
dan langsung masuk ke diskusi tentang isi cerita.
Pertumbuhan teori kritik setelah
Perang Dunia ll sangat pesat,berbagai kritik baru bemunculan serta kritik yang
umurnya lebih tua namun terlahir kembali, misalnaya kritik marxis yang seakan-akan
menentang Humanisme Liberalisme. Beberapa gagasan berulang dalam teori kritik
pun muncul. Misalnya, politik ada dalam berbagai hal, bahasa bersifat
konstitutif, kebenaran bersifat sementara, makna memiliki syarat, dan sifat
manusia hanyalah mitos.
Bab 2
Strukturalisme
Strukturalisme
muncul karena adanya kepercayaan bahwa segala hal tidak dapat dipahami secara
terpisah dari hal lain, melainkan harus dilihat dalam konteks struktur yang
lebih besar dimana hal tersebut menjadi bagiannya. Strukturalisme menimbulkan
pengaruh yang luas dan reputasi kurang baik. Strukturalisme melenyapkan
nilai-nilai yang amat dihargai selama sekitar setengah abad yang melihat
kembali ke belakang dan kembali ke dasar. Strukturalis sebagai ayam dan humanis
liberal sebagai telur.
Adapun tanda-tanda yang diwariskan
Saussure, yang pertama bersifat manasuka.
Artinya, kata-kata adalah ‘tanda-tanda tak beralasan’. Kedua bersifat
relasional. Artinya, tak ada kata yang dapat didefinisikan secara terpisah dari
kata-kata lain. Ketiga, bahasa menyusun dunia kita, tidak sekadar merekam atau
memberinya lebel: tidak benar bahwa makna sudah terkandung di dalam bahasa.
Ruang Lingkup
Strukturalisme
Strukturalisme bukan hanya membahas
tentang bahasa dan sastra tapi juga digunakan dalam sistem penandaan yang lain,
maka dari itu sekarang ini ada yang kita kenal dengan sebutan kaum strukturalis.
Proses strukturalis tipikal berupa perpindahan dari hal yang khusus ke yang
umum, menempatkan karya individual ke dalam konteks structural yang lebih
besar.
Yang Dilakukan Kritikus
Strukturalis
1. Mereka
menganalisis (terutama) narasi prosa, menghubungkan teks dengan struktur
pewadah yang lebih besar, seperti:
a. Konvensi-konvensi
suatu genre sastra tertentu, atau
b. Jejaring
koneksi intertekstual, atau
c. Proyeksi
model sebuah struktur narasi universal yang mendasar, atau
d. Gagasan
akan narasi sebagai sebuah kompleks berisi pola atau motif berulang.
2. Mereka
menafsirkan sastra menurut kisaran pararel-pararel mendasar dengan struktur
bahasa, seperti yang dideskripsikan oleh linguistik modern.
3. Mereka
menerapkan konsep pemolaan dan penstrukturan sistematis pada keseluruhan bidang
ilmu budaya Barat, dan budaya-budaya lain, memperlakukan segala sesuatu dari
mitos Yunani Kuno sampai merek deterjen sebagai ‘sistem tanda’.
Lima
kode yang diidentifikasikan Barthes
1.
Kode proairetik
2. Kode
hermeneutic
3.
Kode kultural
4. Kode
semis
5. Kode
simbolis
Bab
3
Postrukturalisme
dan Dekonstruksi
Postrukturalisme
adalah sebuah pemberontakan terhadap structuralis, ini terjadi karena adanya
perbedaan keyakinan atau cara pandang. Misalnya, salah satu cara pandang khas
strukturalisadalah bahwa bahasa tidak sekadar mencerminkan atau merekam dunia:
bahasa membentuk dunia, hingga cara kita melihatnya adalah apa yang kita lihat.
Sedangkan menurut kaum postrukturalis, konsekuensi dari kepercayaan ini adalah
bahwa kita memasuki sebuah alam semesta berisi ketidakpastian radikal, sebab
kita dapat melihat akses pada petanda yang tetap dan berada diluar pemrosesan
linguistik, dan karenanya tidak memiliki standar yang pasti untuk mengukur
apapun.
Namun
mungkin akan berguna jika kita membuat daftar berisi beberapa perbedaan antara
kekhasan strukturalisme dan postrukturalisme di bawah empat tajuk berikut:
1. Asal-usul
Strukturalisme sebagian besar berasal dari linguistik.
2. Sifat dan gaya tulisan
sturkturalis cenderung bersifat abstrak dan rampat: ia bertujuan menunjukkan
sifat tak memihak, “ketenangan ilmiah”.
3. Sikap terhadap bahasa
kaum strukturalis menerima bahwa dunia dikonstruksi melalui bahasa, dalam arti
kita tidak memiliki akses ke realitas kecuali melalui medium linguistik.
4. Proyek maksud saya
dengan “proyek” di sini adalah tujuan fundamental dari masing-masing
pergerakan, apa yang mereka ingin agar kita yakini.
Postrukturalisme-Hidup
di Planet Tanpa Pusat
Postrukturalisme muncul
di Prancis pada akhir 1960-an. Dua tokoh yang paling diasosiasikan dengan
kebangkitan ini adalah Roland Barbest dan Jeacquies Derrida (1930-2004).
Perbedaan antara esay tahun 1966 dan buku tahun 1973 adalah pergeseran
perhatian dari teks yang dilihat sebagai sesuatu yang dihasilkan pengarang
menjadi teks yang di lihat sebagai sesuatu yang dihasilkan oleh pembaca, dan
bisa jadi oleh bahasa itu sendiri, sebab Barbest juga mengatakan, karena
pengarang absen, klaim untuk mengartikan teks menjadi sia-sia.
Tokoh kunci kedua dalam perkembangan
postrukturalisme di kahir 1960-an adalah filsuf Jacques Derrida. Malah, titik
awal postrukturalisme bisa dikatakan adalah kuliahnya di tahun 1966 “structure,
sign and play in the Discourse of The Human Sciences” (dicetak ulang beberapa
kali, yang paling akhir dalam bentuk rangkuman dalam Twentieth Century Literary
Theory: A Reader, K.M.Newton, Machmillan, 1988).
Yang Dilakukan Kritikus
Postrukturalis
1. Mereka
‘membaca teks melawan teks itu sendiri’ untuk memperlihatkan apa yang bisa
dianggap sebagai ‘keteksadaran tekstual’
2. Mereka
memilih ciri-ciri permukaan dari kata-kata persamaan bunyi, akar makna kata,
metafora yang sudah mati, dan mengedepankannya hingga menjadi krusial bagi
makna keseluruhan.
3. Mereka
berusaha menunjukkan bahwa teks disiafatkan oleh kekurangpaduan dan bukan
keterpaduan.
4. Mereka
berkonsentrasi pada satu fragmen tertentu dan menganalisisnya dengan begitu
intensif.
5. Mereka
mencari berbagai jenis pergeseran dan patahan di dalam teks dan memndangnya
sebagai bukti dari apa yang direpresi, dihapus, atau sengaja dilewati dalam
teks.
Bab 4
Posmodernisme
Banyak
perdebatan mengenai posmodernisme dan modernism. Namun, keduanya jelas berbeda
karena zamannya pun jauh berbeda. Perbedaan keduanya terletak pada fragmentasi,
nada atau sikap. Atu aspek yang sangat menonjol pada modernism adalah
asetitisme yang menganggap seni sangat rumit. Dalam posmodernisme, tanda
digunakanuntuk membandingkan beberapa karya seni. Adapun tahap-tahapnya:
pertama, tanda mewakili realitas mendasar. Tahap kedua, bagi tanda adalah bahwa
ia sengaja keliru mewakiliatau mendistorsi realitas di baliknya. Tahap ketiga
bagi tanda adalah saat tanda menyamarkan fakta bahwa di balik tanda tidak ada
realitas yang sama dengannya. Tahap keempat sekaligus yang terakhir bagi tanda
adalah bahwa ia sama sekali tidak memiliki sangkut-paut dengan realitas. Tahap
pertama dan kedua cukup jelas namun tidak pada kedua tahap selanjutnya.
Secra lebih umum, bagi posmodernisme
ada pertanaan dan syarat yang pasti selalu hadir dan tanpa memercayai sebagian
konsep yang dilemahkanoleh posmodernisme ‒ sejarah, realitas dan kebenaran,
misalnya ‒ bisa saja kita mendapati diri kita bersama orang-orang yang
menjengkelkan.
Yang Dilakukan Kritikus
Posmodernis
1. Mereka
menemukan tema, kecenderungan, dan sikap posmodernis di dalam karya sastra abad
ke-20 dan menyelidiki implikasinya.
2. Mereka
mengedepankan fiksi yang dapat dikatakan menjadicontoh gagasan ‘lenyapnya hal
yang nyata’.
3. Mereka
mengedepankan apa yang bisa disebut ‘unsur interstektual’ dalam sastra.
4. Mereka
mengedepankan ironi.
5. Mereka
mengedepankan unsur ‘narsisisme’ dalam teknik narasi.
6. Mereka
menentang pembedaan antara budaya tinggi dan rendah.
Bab
5
Kritik
Psikoanalisis
Kritik
psikoanalisis adalah bentuk kritik bertujuan menyembuhkan gangguan mental dalam
bentuk terapi yang menggunakan teknik psikoanalisis dalam menafsirkan kata. Tokoh
penting dalam tokoh ini adalah Sigmund Freud (1856-1939). Adapun ide-idenya:
pikiran tak sadar, yaitu bagian dari pikiran kita yang berada di luar
kesadaran, namun demikian berpengaruh kuat atas tindakan-tindakan kita.
Represi, yaitu ‘melupakan’ atau mengabaikan konflik-konflik yang tidak tuntas,
hasrat yang tidak diakui, atau peristiwa traumatis di masa lalu, sehingga semua
ini dipaksa keluar dari kesadaran dan masuk di wilayah tak sadar. Sublimasi,
dimana materi yang direpresi ‘diangkat’ menjadi sesuatu yang lebih besar atau
disamarkan menjadi suatu yang ‘luhur’. Dan kebanyakan dari ide-ide tersebut terkait
dengan aspek-aspek seksualitas.
Beberapa tahun belakangan ini ketidakpercayaan pada Freud semakin
meningkat, sebagian disebabkan karena pandangan negatifnya terhadap perempuan
Yang
Dilakukan Kritikus Psikoanalisis Freudan
1. Dalam
interpretasi sastra, mereka secara sentral mementingkan pembedaan antara pkiran
sadar dan tak sadar.
2. Karena
itu, mereka menaruh perhatian besar pada motif dan perasaan tak sadar.
3. Mereka
mendemonstrasikan, di dalam karya sastra, kehadiran gejala, kondisi, atau fase
psikoanalisis klasik.
4. Mereka
melakukan penerapan konsep-konsep psikoanalisisberskala besar atassejarah
sastra umumnya.
5. Mereka
mengenali konteks ‘psikis’ pada karya sastra, dan karenanya mengesampingkan
konteks sosial atau historis, mengistimewakan ‘psikodrama’ individual di atas
‘drama sosial’ dalam konflik golongan masyarakat.
Tokoh lain dalam kritik psikoanalisis
adalah Jasques Lacan, yang memulai karirnya di bidang kedokteran dan tokoh ini
terkenal karena seminar-seminarnya. Pengembangan ide-ide Lacan sering amat
samar-samar.
Yang Dilakukan Kritikus
Lacan
1. Mereka
dengan teliti mengamati motif dan perasaan tak sadar.
2. Mereka
mendemonstrasikan, di dalam karya sasta, kehadiran gejala atau fase
psikoanalisis Lacanan.
3. Mereka
memperlakukan teks sastra berdasarkan serangkaian orientasi Lacana yang lebih
luas, menuju konsep-konsep seperti ketiadaan atau hasrat.
4. Mereka
memandang teks sastra sebagai perwujudan atau demonstrasi pandangan Lacanan
sebagai bahasa dan pikiran tak sadar.
Bab 6
Kritik Feminis
Kritik ini hadir karena adanya
ketidak setaraan antara kaum laki-laki dan perempuan, dimana dengan jelasadanya
perlakuan berat sebelh bagi perempuan yang diterbitkan oleh beberapa buku.
Kritik sastra masa kini tidak hadir begitu saja namun ada keterkaitan dengan ‘
pergerakan perempuan’ pada tahun 1960-an yang sejak awal menyadari akan
penyebarlyasan terhadap citra perempuan dalam bentuk sastra.
Dalam penulisan karya-karya feminis
kian hari pun makin berkembang. Baik dari segi materi maupun cakupannya dan di
dalamnya eksis berbagai sudut pandang engan cakupan yang luas.
Timbulnya berbagai macam perdebatan
dan perbedaan pendapat antara beberapa tokoh feminis menyebabkan timbulnya
berbagai ketidaksepakatan. Pada perdebtannya, dalam pengguanaan bahasa, kaum laki-laki
masih tetap unggul . maka secara umum penulis perempuan dianggap mengalami
hambatan.
Yang Dilakukan Kritik
Feminis
1. Memikirkan
ulang kanon dengan tujuan menemukan ulang teks yang ditulis oleh perempuan.
2. Menilai
ulang pengalaman perempuan.
3. Meneliti
representasi perempuan dalam sastra karya laki-laki dan perempuan.
4. Menantang
representasi perempuan sebagai ‘Liyan’, sebagai ‘Tiada’, sebagai bagian dari
‘alam’.
5. Meneliti
hubungan kekuasaan yang telah ditentukan dalam kehidupan.
6. Mengenali
peran bahasa
7. Mengenali
persoalan mengenai apakah bahasa perempuan itu ada.
8. Mengajukan
pertanyaan
9. Membaca
ulang psikoanalisis untuk menggali lebih jauh isu identitas perempuan dan
laki-laki.
10. Mempertanyakan
pendapat popular tentang kematian pengarang.
11. Memperjelas
dasar ideologis dari penafsiran sastra yang konon ‘netral’ atau ‘arus utama’.
Bab7
Kritik Lesbian dan Gay
Kritik ini merupakan kritik yang
tergolong baru. Karena penerimaannya meningkat maka studi mengenai hal tersebut
pun ramai diterbitkan di berbagai media cetak, dimana studi ini memiliki tujuan
sosial politik sebagai sebuah rencana oposisi yang ada dalam hak istimewa
heteroseksual.
Feminisme lesbian merupakan jalur
pemikiran utama di dalam teori lesbian itu sendiri bahkan studi lesbian
dianggap berhasil sebagai pelengkap dari bagian feminis. Setelah feminisme
lesbian, muncul gagasan kedua yang tidak begitu esensialis mengenai lesbianism
yaitu Teori Queer. Dalam hal ini, lesbianism melepaskan diri dari feminism.
Yang Dilakukan Kritikus
Lesbian/Gay
1. Mengidentifikasi dan menetapkan kanon penulis
lesbian/gay ‘klasik’ yang karyanya menjadi sebuah tradisi yang khas
2. Mengidentifikasi
episode lesbian/gay dalam karya sastra arus utama dan membahasnya dari segi
tersebut.
3. Menciptakan
pemahaman yang diperluas dan metaforis.
4. Mendedah
‘homofobia’ dalam sastra dan kritik arus utama.
5. Mengedepankan
aspek-aspek homoseksual dalam sastra arus utama yang sebelumnya sengaja tak
dihiraukan.
6. Mengedepankan
genre-genre sastra yang sebelumnya diabaikan.
Bab 8
Kritik Marxis
Tujuan dari Marxisme adalah
menciptakan masyarakat tanpa kelas, yang mencoba menjelaskan segala
sesuatutanpa mengakui keberdaan dunia maupun kekuatan yang melampaui dunia
natural sekitar kita dan masyarakat yang kita tiggali.
Kritik sastra Marxis mempertahankan
bahwa kels sosial penulis, dan ideology yang diberlakukannya umumnya
ditunjukkan oleh tulisan yang dibuat oleh anggota kelas tersebut. Adapun kritik
Marxis secara tradisional cenderung berkenaan dengan sejarahdengan cara yang
agak umum.
Masa Kini: pengaruh
Althusser
Kebanyakan
pemikiran Marxis tentang sastra saat ini telah dipengaruhi oleh karyateori
Marxis Prancis dengan konsep overdeterminism.
Ideology merupakan istilah kunci bagi Althusser, sebagaimana juga bagi semua
pengikut Marx. Ideology merupakan konsep
yang luas dan didefinisikan secara beragam dalam Marxisme. Decentering merupakan istilah kunci bagi Althusser yang
mengindikasikan struktur-struktur yang tidak mempunyai esensi, focus atau
pusat.
Yang Dilakukan Kritikus
Marxis
1. Mereka
membuat pembagian antara isi karya sastra yang tampak dan yang tidak tampak.
2. Metode
lainnya yang dilakukan oleh kritikus Marxis adalah dengan menghubungkan konteks
sebuah karya dengan status kelas sosial penulis.
3. Metode
Marxis yang ketiga dalah menjelaskan sifat dari keseluruhan genre sastra dalam
kerangka periode sosial yang memproduksinya.
4. Praktik
Marxis yang keempat adalah menghubungkan karya sastra dengan asumsi-asumsi
sosial ketika ia dikonsumsi
5. Praktik
Marxis kelima adalah politisasi bentuk sastra.
Bab 9
Sejarah Baru dan
Materialisme Sosial
Definisi sederhana sejarah baru
adalah bahwa metodenya berdasar pada pembacaan paralel teks sastra dan
non-sastra, biasanya yang bersal dari periode sejarah yang sama. Secara
tipikal, esai Sejarah Baru akan menempatkan teks sastra dalam kerangka teks
non-sastra. Perbedaan Sejarah Baru dan Sejarah Lama adalah, Sejarah Baru memang
merupakan gerakan menyejarah ketimbang gerakan sejarah seperti dokumen tertulis
dalam teks sejarah.
Secara keseluruhan, Sejarah Baru
tampak menekankan sejenis kendali pikiran macam ini, dengan implikasi bahwa
pemikiran menyimpang bisa menjadi begitu takterpikirkan, sehingga Negara dapat
dilihat sebagai struktur monolitik dan perubahan menjadi hampir tidak mungkin.
Daya tarik Sejarah Baru sangat besar
karena berbagai alasan. Pertama, walaupun dibangun di atas pemikiran postrukturalis, ia ditulis dengan cara yang
lebih bisa diakses, terutama karena menghindari gaya dan kosakata padat
postrukturalisme. Kedua, bahannya sendiri seringkali menarik dan secara
keseluruhan berbeda dalam konteks kajian sastra.
Yang Dilakukan Kritikus
Historisis Baru
1. Mereka
menyejajarkan teks sastra dan non sastra, membaca sastra dengan
mempertimbangkan yang non sastra.
2. Dengan
demikian mereka mencoba mendevamiliarisasi teks sastra kanon, melepaskanyya
dari beban menumpuk keilmiahan sastra sebelumnyadan melihatnya sebagi teks yang
baru.
3. Merekea
menfokukskan perhatian (baik dalam teks dan ko-teks) pada isu kekuasaan Negara
dan cara melestarikannya pada struktur patriarti dan pemeliharaannya, dan pada
proses kolonialisasi dengan mind-z yang mengikutinya.
4. Dalam
melakukannya, mereka menggunakan aspek-aspek cara berpikir kostrukturalis,
terutama konsep Derrida bahwa setiap segi realitas tertuang dalam teks,dan
gagasan Foucault tentang struktur sosial yang ditentukan oleh praktik diskursi
yang dominan.
Bab
10
Kritik
poskolonial
Membaca kesusastraan dengan perspektif orientalisme dalam
benak kita akan membuat kita, misalnya, sadar secara kritis bahwa yeats dalam
dua puisi Byzantium-nya membangun citraan istambul, ibu kota Timur dari yang
sebelumnya imperium roma, yang diidentifikasikan dengan kelambanan,
sensualitas, dan mistisisme eksotis.
Pada tingkat tertentu, penggunaan desa Afrika oleh achebe
bersesuaian dengan gugahan Yeats terhadap ingatan Irlandia prakolonial,
mitologis tentang pahlawan laki-laki dan perempuan pada tingkat lain, ientitas
ganda atau hybrid ini adalah yang tepatnya di hadirkan oleh situasi
poskolonial. Konsep mengenai identitas ganda, terbagi, cair yang menjadi
karakteristik penulis poskolonial menjelaskan daya tarik yang menjadi
karakteristik penulis poskolonial menjelaskan daya tarik yangterbukti dimiliki
postrukturalisme dan dekonstruksi bagikritikus poskolonial.
Yang
Dilakukan Kritikus Poskolonial
1. Mereka
menelaah representasi budaya-budaya lain dalam sastra sebagai cara meraih
ujungnya.
2. Mereka
merayakan hibriditas dan polivalensi budaya
Stilistika
Stilistika adalah pendekatan kritis
yang menggunakan metode dan temuan ilmu linguistik dalam analisis teks sastra.
Karena itu, landasan untuk tidak memasukkan stilistika mungkin terdapa dalam
sifat dasar pandangan teoretis dibalik disiplin ini, karena Humanisme Liberal
dan stilistika mempunyai banyak persamaan .
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa
teoi-teori sastra tidak lahir dan bermunculan bagitu saja tetapi teori-teori
tersebut lahir karena kebutuhan dan kondisi pada zamannya, sering pula terdapat
pertentangan atau pro dan kontra terhadap berbagai teori. Dan dijelaskan pula
bahwa lahirnya teori baru tidak terlepas dari
teori-teori yang ada sebelumnya.
Daftar
Pustaka
Barry, peter . Beginning Theory, Jalasutra, Yogyakarta,
2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar