Minggu, 22 September 2013

Kekasih Senja




            Terkadang saya heran, kenapa seseorang menyukai dan terlalu sering menuliskan sesuatu tentang senja. Apakah seagung itu senja di mata orang-orang terlebih untukmu sendiri? Atau kau memiliki potongan cerita tentang senja yang melengkapi serpihan hidupmu yang absurd itu? Kalau memang senja adalah keindahan yang sempurna dan kebahagiaan yang terhitung lengkap. Kenapa ada hari di mana kau tidak menyaksikan senja ditelan kegelapan malam. Apakah kau pernah mendengar bahwa kata indah dan bahagia hanyalah kata-kata dari surga yang diadopsi oleh pengguna bahasa yang ada di bumi? Jika tidak, mungkin sekarang kau sudah mengetahuinya. Tidakkah kau sadar bahwa senja hanyalah ilusi semata dan keindahannya hanyalah sebatas keinginan yang berujung pada harapan, bukan kehendak atau sebuah perwujudan. Setelah senja hilang, kehidupan akan kembali dikuasai oleh kegelapan, dan sesungguhnya itulah keabadian. Kau tahu bukan, segala sesuatu berasal dari suatu ketiadaan dan semuanya bersifat linear.
            “ hari ini hujan turun dan senja tidak suka itu “. Bisikmu lirih.
            “ sudahlah, masih ada senja besok “
            “ aku kangen senja “. Katamu semakin lirih, kau menunduk dan rambut panjangmu menutupi kening dan teruarai sepenuhnya menutupi wajahmu. Dan aku tidak menyukai itu.
            Aku bisa apa? Hanya diam, berusaha memahami dengan raut wajah yang sedikit jengkel. Keberadaanku selalu dinomor duakan oleh kedatangan serpihan waktu di kala sore. Senja. Namun, ada waktu di mana aku sangat berterima kasih kepada senja, karena ketika kau menikmati senja, maka aku akan menikmati senyumanmu. Lagi-lagi aku ingin marah saja, aku menyukai seseorang yang sangat menyukai apa yang tidak kusukai. Senja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar