Terkadang saya heran, kenapa seseorang menyukai dan
terlalu sering menuliskan sesuatu tentang senja. Apakah seagung itu senja di
mata orang-orang terlebih untukmu sendiri? Atau kau memiliki potongan cerita
tentang senja yang melengkapi serpihan hidupmu yang absurd itu? Kalau memang
senja adalah keindahan yang sempurna dan kebahagiaan yang terhitung lengkap.
Kenapa ada hari di mana kau tidak menyaksikan senja ditelan kegelapan malam.
Apakah kau pernah mendengar bahwa kata indah dan bahagia hanyalah kata-kata
dari surga yang diadopsi oleh pengguna bahasa yang ada di bumi? Jika tidak,
mungkin sekarang kau sudah mengetahuinya. Tidakkah kau sadar bahwa senja
hanyalah ilusi semata dan keindahannya hanyalah sebatas keinginan yang berujung
pada harapan, bukan kehendak atau sebuah perwujudan. Setelah senja hilang,
kehidupan akan kembali dikuasai oleh kegelapan, dan sesungguhnya itulah
keabadian. Kau tahu bukan, segala sesuatu berasal dari suatu ketiadaan dan
semuanya bersifat linear.
“ hari ini hujan turun dan senja tidak suka itu “.
Bisikmu lirih.
“ sudahlah, masih ada senja besok “
“ aku kangen senja “. Katamu semakin lirih, kau menunduk
dan rambut panjangmu menutupi kening dan teruarai sepenuhnya menutupi wajahmu.
Dan aku tidak menyukai itu.
Aku bisa apa? Hanya diam, berusaha memahami dengan raut
wajah yang sedikit jengkel. Keberadaanku selalu dinomor duakan oleh kedatangan
serpihan waktu di kala sore. Senja. Namun, ada waktu di mana aku sangat
berterima kasih kepada senja, karena ketika kau menikmati senja, maka aku akan
menikmati senyumanmu. Lagi-lagi aku ingin marah saja, aku menyukai seseorang
yang sangat menyukai apa yang tidak kusukai. Senja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar