Dia hamil, makanya tak kutendang.
Sementara ia berlalu, aku berlari ke ujung gang hanya untuk meringis
sejadi-jadinya.
Setiap
sisi kota punya rahasianya, begitupun dengan malam dan misterinya. Apa kabar
dengan sisi-sisi kota di waktu malam? Tentu rahasia dan misterinya jauh lebih
kompleks. Bahkan hal ini baru saja terlintas di kepalaku.
Apakah
kau pernah mendengar tentang tembok lembab sebagai pemegang kunci
rahasia-rahasia gang sempit? Aku pernah mendengar itu sekali waktu di akhir
tahun menjelang tahun baru. Apapun bisa terjadi di sebuah gang terlebih jika
itu sempit atau sangat sempit. Aku pun pernah mengalamainya tapi tak akan
kuceritakan sekarang, setidaknya di sini.
Ini
pertemuan pertama kami dan mungkin saja juga yang terakhir. Ia berjalan lesu
dengan mata berair menggenang tak menetes, kaki-tangannya kotor dan langkahnya
gontai ke arah matahari terbenam, kulihat sebagian besar kulit wajahnya
terkelupas. Kubayangkan ia yang kelaparan, berusaha menyambar gorengan di ujung
lorong yang segera mendapatkan sambutan sodet panas bekas menggoreng sukun, dan
tak sengaja mengenai wajahnya. Ia meraung kesakitan, berlari sempoyongan ke
sembarang arah.
Kubayangkan
lagi ia yang berjalan tanpa arah tiba-tiba tergerak untuk mendekati jendela
kaca setengah terbuka dari arah dapur. Karena lapar, ia mulai mengintip dari
celah yang tak mungkin ia lalui. Tiba-tiba pemilik rumah muncul dari balik
gorden untuk mematikan jerangan airnya, karena kaget, sementara tangan
mematikan kompor, di angkatnya gagang panci dan menyiramkannya ke balik
jendela. Kukira ia tentu kesakitan tak terkira. Menabrak pot tanaman hias,
tersungkur di tanah dan merana sejadi-jadinya. Jahatkah orang itu?
Kota-kota
besar memang hanyalah kamuflase dari pembangunan dan perbaikan sistem. Harusnya
perhatian pemerintah juga tak luput dari gang-gang sempit! Aku membayangkan,
betapa dinding-dinding gang yang lembab adalah pemegang rahasia yang paling
setia, objektif, dan pencerita sejarah yang baik. Bisa saja Indonesia merdeka
lebih awal, tak perlu menunggu Hiroshima dan Nagasaki dibom agar sekutu
meninggalkan tanah air dan para pemuda menculik bapak proklamator untuk
menyuarakan narasi kemerdekaan, jika yang ditugasi untuk menjadi mata-mata negara
adalah tembok-tembok pembatas kota. Kemudian saya juga membayangkan apa jadinya
buku sejarah negara republik jika satu-satunya sumber penceritaan lisan adalah
dinding gang-gang sempit yang berkompeten di bidangnya. Hahahaha… sepertinya
ada yang tidak beres dengan syaraf-syaraf di kepala dan di sumsum tulang
belakangku.
Kuperhatikan
ia dari jarak yang sudah lumayan jauh, kini hanya siluetnya yang bisa
kutangkap. Kutahu ia sedang berisi, sepertinya sebentar lagi ia akan
melahirkan. Haruskah aku mengejar dan menawarkannya tempat untuk pulang?
Setidaknya sampai perutnya kembali mengempis. Mungkinkah aku sedikit
berlebihan? Mungkin ini karena pengaruh obat pilek yang kuminum siang tadi. Aku
bahkan memikirkan sesuatu yang oleh orang lain tidaklah terlalu penting.
Siapakah ayah dari anak yang dikandungnya? Apakah ada hubungannya dengan gang
sempit? Belum sempat aku membayangkan kemungkinan itu, tiba-tiba kakiku
tersandung batu. Aku mulai mengantuk, pengaruh obat pilek.
Sebentar
lagi aku akan memasuki gang sempit untuk dapat sampai ke rumah kontrakanku. Di
mulut gang aku bergidik, bulu kudukku meremang padahal ini masih sore. Diakah
itu? atau hanya mirip? Tapi ia juga berisi. Sebelum membuka kunci pagar, kuperiksa kantongan yang sedari tadi
kutenteng, kuambil sepotong ikan asin dan kuletakkan di hadapannya. Tanpa respon
yang berarti ia melahap daging sampai ke tulang-tulangnya. Sebelum masuk
kusempatkan berjongkok dan mengelus kepalanya, tak ada luka di sana tapi ia
juga berisi. Ia bergumam meong dan
kujawab sama-sama.
Dunia lain, 26 Maret 2015
Vy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar